Langsung ke konten utama

Indonesia Dibawah Ancaman Ideologi Radikal

OPINI

            Di dalam sifat universal sampai saat ini, dinamika kehidupan bermasyarakat Indonesia masih belum menunjukan suatu kondisi yang stabil pasca era reformasi. Tahapan transisi dan rezim otoriter menuju demokrasi konstitusional telah berjalan cukup lama, yakni 16 tahun. Meskipun demikian, hal itu belum juga mengalami akselerasi ke tahapan selanjutnya yaitu konsolidasi demokrasi. Padahal, tahapan konsolidasi demokrasi itulah yang menentukan apakah upaya membangun sebuah system demokratisasi konstitusional yang menjadi tujuan reformasi dapat diwujudkan atau gagal di tengah jalan.
            Faktor internal seperti kondisi heterogenitas etnis, agama, kultur, dan kesenjangan ekonomi serta sosisal semakin memperbesar potensi masuknya ideologi-ideologi radikal. Pada tahun 2002, bangsa Indonesia tidak akan pernah lupa tragedi Bom Bali I di Paddy’s Pub dan Sari Club yang memakan 202 korban jiwa.hanya berselang tiga tahun kemudian, tragedi Bom Bali II kembali terjadi di daerah Kuta dan Jimbaran yang menelan 23 korban jiwa. Pelaku adalah anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang memiliki hubungan kuat dengan Al-Qaeda, organisasi teroris internasional di bawah pimpinan Osama bin Laden. Organisasi JI justru berkembang di awal zaman era reformasi, dan kemudian kembali melakukan aksi terornya, seperti kasus di Hotel Marriot, Ritz Chalton, Kuningan, dan serangan Bursa Efek Jakarta.
            Meningkatnya jumlah kasus terorisme sejak awal era reformasi masih memperlihatkan kurang tanggapannya aparat keamanan terhadap ancaman-ancaman yang tidak terlihat. Ancaman tersebut membawa ideologi radikal yang mampu menggerakan kaum sipil (non-state actor) menjadi pelaku terror. Warga sipil yang seharusnya merupakan komponen pendukung pertahanan justru berpotensi  menjadi pelaku tindakan radikalisme yang dapat mengganggu integrasi bangsa Indonesia. Kondisi internal seperti ini memperlihatkan bahwa ancaman tidak datang dari luar saja dalam bentuk agresi militer dari Negara lain, namun ancaman datang dari dalam negeri berupa radikal yang dilakukan oleh warga Indonesia sendiri.
            Dari sisi eksternal, factor penyebab utamanya adalah keamanan nasional yang masih mengahadapi ancaman karena muncul kembali dan maraknya aksi kelompok-kelompok anti NKRI. Keterbukaan  kehidupan berpolitik dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok masyarakat dalam membawa ideologi barunya yang justru membahayakan  integrasi bangsa. Kelompok-kelompok ini sebelumnya berada di bawah permukaan atau bahkan berada di luar wilayah Indonesia, tetapi mereka dapat masuk karena lemahnya kondisi keamanan nasional. Munculnya aksi terror internasional membuat kelompok radikal anti NKRI semakin giat melancarkan propaganda ideologis, agitasi, dan upaya makar yang puncaknya berupa serangkaian aksi terror di Indonesia sampai sekarang. Terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini memiliki keterkaitan ideologis, sujarah, dan politis serta merupakan bagian dari dinamika lingkungan strategis pada tataran global dan regional. Kendatipun aksi terorisme yang terjadi di berbagai daerah dalam berberapa tahun terakhir ini kebanyakan dilakukan oleh orang Indonesia dan hanya sediki aktor-aktor  dari luar, namun tidak dapat dibantah bawa aksi terorisme saat ini merupakan suatu gabungan antara para pelaku domestik (indigenous) dengan meraka yang memiliki jejaring trans-nasional.
            Secara historis, radikalisme yang diwarnai oleh agama bukanlah hal yang baru di negeri ini, khususnya yang terkait dengan kelompok radikal Islam. Dalam sejarah Indonesia, dikenal misalnya Perang Paderi di Sumatera Barat antara kaum ulama puritan dengan kelompok atau kaum adat, yang sesungguhnya adalah penganut Islam namun bukan puritan. Kaum Paderi dikenal sebagai para penganut aliran Wahabi yang upayanya melakukan gerakan pemurnian agama, serta melakukan kekerasan yang menyebabkan terjadinya pertumpahan darah di dalam masyarakat Minangkabau. Gerakan radikal islam inilah yang selama ini muncul kembali, walaupun dalam konteks yang berbeda tetapi dalam gagasan dan pemahaman tidak jauh berbada.
            Pergerakan sejarah DI/TII dalam konteks politik nasional, aksi terorisme yang marak di Indonesia di era reformasi adalah kelanjutan dari gerakan politik anti NKRI yang pernah terjadi sebelumnya. Aksi terorisme Indonesia lanjutan kembali dimotori oleh gerakan-gerakan yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) yang di gencarkan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia pada tahun 1949-1962. Setelah meninggalnya Kartosoewirjo NII kembali dihidupkan lagi oleh Adah Djaelani dkk. Veteran NII saat itu berjumlah 40 ribu orang. Apabila dicermati aktor-aktor ini memang memiliki benang merah yang dapat dirunut genealoginya dari gerakan DI/TII/NII. Gerakan ini semakin gencar ketika tumbangnya rezim orba dan semakin menarik simpatisan masyarakat Indonesiadari berbagai wilayah NKRI.
            Sepak terjang Jamaah Islamiyah , organisasi yang dibentuk oleh Abu Bakar Ba’asyir dan Abdullah Sungkar pada tahun 1990-an ini gencara melakukan terror di Indonesia sejak 2001-2010. Dalam menjalankan operasinya, JI memiliki empat faksi atau yang biasa disebut mantiqi. Mantiqi adalah pembagian secara struktual organisasi secara wilayah geografis untuk menjalankan operasi dan perekrutan anggota baru. Mantiqi yang dibuat JI telah tersebar di wilayah Singapura, Malaysia, Indonesia, Mindanao dan Sulawesi, dan Papua. Meskipun aksi terror ISIS dikecam dunia, tetapi radikal di Indonesia. Salah satu contohnya adalah fenomena pengibarab bendera ISIS di bundaran Hotel Indonesia yang terekam oleh media nasional dan internasional yang justru menydutkan Indonesia di mata internasional. Belum lagi tampilnya WNI di media internet yang menyatakan dirinya sebagai komandan pasukan dan menyerukan ajakan untuk bergabung dengan ISIS. Fakta-fakta ini membukrikan bahwa segelintir warga Indonesia mempermasalahkan dan bahkan mendukung tindakan-tindakan radikalisme.
            Pendekatan kekuatan lunak melalui program deradikalisme penting untu dilakukan. Strategi ini ditujukan untuk menetralisir pengaruh ideologi radikal, khususnya yang bersumber pada pemahaman keagamaan Islam, yang menjadi landasan aksi terorisme. Oleh sebab itu pengembangan dan sosialisasi deradikalisasi sangat penting di masa-masa yang akan datang karena perkembangan dan dinamika ancaman terorisme di Indonesia juga terus akan mebawa perubahan. Oleh karenanya kita harus mengenali ciri-ciri penyebaran dan pergerakan aliran terorisme di lingkungan kita seperti:
·            Ciri-ciri teroris dulu:
        Melakukan terror melalui kekerasan, saborase, vandalisme.
·            Ciri-ciri teroris sekarang:
-          Berniat dirikan Khafilah di bumi NKRI
-          Menguajr kebencian etnis, agama, dan aliran.
-          Gemar mengkafir-kafirkan orang lain.
-          Anti pancasila, anti persatuan bangsa.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi dan Pengalaman Ustad Wijayanto

BIOGRAFI DAN PENGALAMAN DR. H. AHMAD WIJAYANTO, MA Siapa sih yang tidak kenal dengan Ustadz Wijayanto? Ustadz yang terkenal dengan ceramah dan humor cerdasnya ini, pasti sudah banyak dikenal oleh semua khalayak. Ustadz Wijayanto juga identik dengan ceramahnya yang dicampur dengan komedi yang kritis, sesuai dengan realita yang ada. DR. H. Ahmad Wijayanto lahir di Solo tanggal 27 Desember 1968. Tinggi 165 cm dan berat badan 72 kg. Dia tinggal di Pesantren Bina Anak Sholeh, Jalan Wirosaban Barat Nomor 5, Umbulharjo Yogyakarta. Dia menikah pada tahun 1997 istrinya bernama Ulaya Ahdiani, Lahir pada tanggal25 Februari 1973. Memiliki 3 anak, anak pertama bernama Dzikrina Iffa Yohanida, lahir pada tanggal 6 Oktober 2001, anak kedua bernama Muhammad Nufail Naisaburi, lahir pada tanggal 8 Desember 2001, dan anak ketiga bernama Muhammad Naja El-Ghifari, lahir pada tanggal 11 Juli 2006 . Dia  menjadi Dosen Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada Pengasuh Utama Pesantren Bina Anak Sho

Hadits Tentang Persaudaraan

1. Hadits persaudaraan dalam islam a.        Persaudaraan bagaikan satu badan عن النعمان بن بشير يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ترى المؤمنين فى تراحمهم وتوادهم وتعاطفهم كمثل الجسد إذا اشتكى عضوا تداعى له سائر جسده با لسهر والحمى       An-Nu’man bin Basyir ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Engkau  akan melihat kaum mukminin dalam kasih saying, kecintaan, dan lemah lembut mereka bagaikan satu badan, jika satu anggotanya sakit, menjalarlah kepada anggota yang lain sehingga tidak dapat tidur dan badannya terasa panas” (Diriwayatkan al-Bukhari)       Tidak dapat disangkal bahwa ikatan yang mempersatukan manusia berbeda dalam bentuk dan rupa. Manusia dikelompokkan sesuai dengan suku, bangsa, negara, dan kebangsaannya. Ikatan kekeluargaan atau berasal dari nenek moyang yang sama dipandang sebagai salah satu ikatan yang membentuk basis masyarakat manusia paling awal. Islam menempatkan ikatan keimanan sebagai dasar yang paling utama untuk mengikat manusia bersama-s

Kasus Kematian Munir

Opini Latar Belakang Motif pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalid, pada 7 September 2004 masih misterius hingga kini. Ada dugaan Munir dibunuh karena memegang data penting seputar pelanggaran hak asasi manusia seperti pembantaian di Talang Sari, Lampung, pada 1989, penculikan aktivis 1998, referendum Timor Timur, hingga kampanye hitam pemilihan presiden 2004. Menurut mantan Deputi Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasi Badan Intelijen Negara Budi Santoso, pernah ada rapat internal lembaganya membahas Munir. Direktur Imparsial itu disebut akan menjual negara dengan data-datanya, yang ia bawa ke Belanda untuk studi hukum di Utrecht Universiteit. A.M Hendropriyono, Kepala BIN 2001-2004, sudah menyangkal lembaga yang dipimpinnya mengincar Munir. “Munir bukan orang yang membahayakan,” katanya. Hendro mengatakan tahun 2004 bahkan Munir sudah merapat ke kubu PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri, presiden yang dekat dengannya. Suciwati, istr