https://www.google.com
Intelektual biasanya digunakan kecerdasannya oleh manusia untuk bekerja, belajar, membayangkan, menggagas, atau menyoal dan menjawab persoalan berbagai gagasan. Arti manusia setidak-tidaknya yang saya dengar adalah
binatang yang berakal budi. Selama hidup, saya selalu mengupayakan dengan
kesungguan hati mencari bukti-bukti untuk mendukung pernyataan ini. Tapi sejauh
ini saya belum beruntung menemukannya dengan jawaban yang memuaskan. Dengan pernyataan
tersebut, justru sebaliknya saya melihat dunia tetap saja berkubang dalam
kegilaan. Saya menilai Negara-negara besar, yang dulunya merupakan pelopor
peradaban, disesatkan oleh juru-juru khotbah. Begitupun di Indonesia oleh elit
politik omong kosong yang bombastis.
Bisa kita saksikan
kekejaman, orang diburu-buru, dan tahayul meningkat berlipat ganda, hingga kita
nyaris mencapai titik dimana pujian akan rasionalisme diperuntukan khusus bagi
orang yang keterlaluan kolotnya atau sebaliknya kita sudah menanamkan sebagai
pedoman hidup. Semua ini sangat menyedihkan, tapi kesedihan adalah suatu
perasaan yang sia-sia. Demi melepaskan diri dari perasaan itu, saya tergerak
untuk mempelajari masa lampau untuk mengurangi bahkan menghilangkan di masa
depan. Kebodohan kebodohan di zaman kita sekarang lebih mudah diterima jika
dibandingkan dengan kebodohan-kebodohan masa lampau.
Pandangan-pandangan
moral di zaman modern merupakan perpaduan dua unsur, disatu pihak
petunjuk-petunjuk rasional tentang bagaimana hidup bersama secara damai dalam
suatu masyarakat, dan di lain pihak adalah tabu-tabu tradisional yang
bermula-mul berasal dari tahayul kuno, tapi kemudian dari kitab-kitab suci
Kristen, Islam, Hindu, Buddha. Hingga tingkat tertentu keduanya sejalan. Menyedihkan
bahwa banyak petunjuk yang kekudusannya diakui begitu saja telah diterima
sedemikian rupa sehingga menimbulkan banyak penderitaan yang tidak perlu. Jika naluri-naluri
kebaikan manusia lebih kuat, mereka akan mencari sesuatu cara untuk menjelaskan
agar petunjuk-petunjuk ini tidak sampai diterima secara harfiah, sama seperti
kita mestinya menghadapi perintah “jual segala harta milikimu dan serahkan
kepada fakir miskin.”
Terdapat kesulitan-kesulitan logis dalam pandangan tentang Dosa.
Kita diberitahu bahwa Dosa berarti pengingkaran terhadap perintah-perintah
Tuhan, namun kita juga diberitahu terhadap perintah-perintah Tuhan, namun kita
juga diberitahu bahwa Tuhan mahakuasa. Jika memang demikian, meskinya tidak ada
hal yang bertentangan dengan kemauan-Nya, Dia pasti telah menghendaki
pengingkaran itu terjadi. Tapi bukan itu saja yang membuat manusia mengelus
dadanya sendiri. Ia mengetahui perbedaan antara yang baik dan yang buruk. Bukankah
Tuhan menciptakannya dengan gambaran-gambaran-Nya sendiri? Dan bukankah segala
sesuatunya diciptakan dengan kesenangan hidup manusia?.
Rasa mementingkan
diri sendiri, secara individual atau secara sosial, merupakan sumber dari
sebagian besar kepercayaan Agama kita. Juga Dosa adalah suatu konsepsi yang
berasal dari rasa mementingkan diri sendiri. Sesuai dengan Negara kita sekarang
yang sedang mengalami “ekstasi politik”. Politik pada umumnya dikendalikan oleh
slogan-slogan hampa yang tidak mengandung kebenaran. Salah satu pepatah yang
paling dikenal luas adalah “ sifat manusia takkan bisa diubah”. Tidak seorang
pun yang bisa berkata bahwa ini benar atau salah tanpa pertama sekali
merumuskannya, anggapan diatas jelas salah.
Seorang bijaksana
akan menikmati kebaikan yang begitu banyak tersedia, dan sehubungan dengan
sampah intelektual; ia akan menemukannya secara melimpah, di masa kita dan tiap
masa lainnya.
Penulis sepertinya sangat gelisah ya kita menulis opini ini...hehe, mantap
BalasHapusSepertinya penulis sedang mengungkapkan isi hati yg lama tak terbendum
BalasHapus